Neni Nur Hayati, Mengapa Publik Alami Krisis Kepercayaan ke Pemerintah Sepanjang 2025

 

Neni Nur Hayati, Mengapa Publik Alami Krisis Kepercayaan ke Pemerintah Sepanjang 2025

Neni Nur Hayati dan Temuan Mengenai Kepercayaan Publik 2025

Sepanjang 2025, muncul kekhawatiran besar atas kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah di Indonesia. Lembaga DEEP Indonesia dipimpin Neni Nur Hayati merilis riset tahunan berbasis kecerdasan buatan (AI) yang memantau 174.730 percakapan publik di media sosial. 

Hasilnya menunjukkan penurunan signifikan tingkat kepercayaan publik terhadap berbagai sektor pemerintahan. Neni memperingatkan bahwa hasil riset ini adalah alarm nyata: banyak warga merasa kecewa, skeptis, dan kehilangan rasa percaya terhadap lembaga‑lembaga negara. 

Menurut Neni, dominasi pikiran publik di media sosial didominasi isu otoritarianisme, konflik elit, kebijakan yang dianggap tidak adil, serta penundaan pemilu ulang (PSU) dan ketidakpastian demokrasi. 

Isu‑isu tersebut membentuk narasi negatif luas yang memperlebar jurang antara negara dan warga. Neni pun menyebut jika tanpa perubahan nyata, “distrust” bisa melebar dan mengakar di masyarakat.

Faktor Pemicu Krisis Kepercayaan Analisa Neni Nur Hayati

Kebijakan & Komunikasi Publik yang Dipersepsikan Buruk

Menurut riset DEEP, banyak kebijakan pemerintah dianggap kontroversial atau gagal memberikan dampak sesuai harapan publik. Komunikasi kebijakan juga dinilai kurang transparan, memancing ketidakpuasan. Situasi ini membuat warga mempertanyakan niat dan efektivitas pemerintahan.

Skandal, Penegakan Hukum, dan Ketidakpastian Demokrasi

Sedikitnya masalah penegakan hukum dan persepsi bahwa hukum tidak konsisten, digabung dengan kasus‑kasus besar, membuat publik meragukan institusi penegakannya. Selain itu, dunia media dan elite politik yang dianggap konflik elite dan otoritarianisme juga memperburuk pikiran publik.

Persepsi Sentimen Kolektif di Media Sosial, Didukung Algoritma

Riset DEEP menunjukkan bahwa media sosial dan algoritmanya memperbesar sentimen negatif karena konten kontroversial dan emosional cepat menyebar. Banyak pengguna merasa bahwa media mainstream dan kebijakan resmi gagal mewakili suara bawah sehingga media sosial menjadi kanal ekspresi utama ketidakpuasan.

Peran Neni Nur Hayati: Kritik, Analisis, dan Suara Alternatif

Neni Nur Hayati tak sekadar mengungkap data ia membuka ruang diskusi publik yang luas melalui riset, komentar di media, dan kritik terhadap kebijakan pemerintah. 

Misalnya, ia memanggil perhatian publik terhadap pengaruh sisa rezim sebelumnya di pemerintahan baru, sebagai bagian dari analisis kelemahan demokrasi saat ini. 

Selain itu, Neni memperingatkan pentingnya adaptasi pemerintah terhadap “Zaman Kuantum” di mana teknologi, big data, dan opini publik bergerak cepat agar pemerintahan tetap responsif, akuntabel, dan dapat menjaga kepercayaan publik. 

Sebagai aktivis demokrasi dan peneliti, Neni menjadi suara kritis yang menuntut transparansi, keterbukaan, dan tata kelola bersih agar kepercayaan bisa dipulihkan. Namun kritik yang dilontarkannya tidak selalu disambut baik oleh semua pihak. 

Pada pertengahan 2025, Neni mengajukan somasi terhadap Pemprov Jawa Barat dan Dinas Kominfo setempat, setelah foto pribadinya diposting tanpa izin, memicu serangan digital, doxing, dan peretasan akun sebagai reaksi terhadap kritiknya terhadap praktik buzzer politik. 

Insiden tersebut memantik perhatian publik dan lembaga HAM, karena dianggap menunjukkan kemunduran dalam ruang kebebasan berekspresi.

Mengapa Krisis Kepercayaan Ini Berbahaya bagi Demokrasi

Menurut Neni dan banyak pengamat, krisis kepercayaan publik terhadap pemerintah dapat menggerus legitimasi lembaga negara jika tidak cepat diperbaiki. Ketidakpercayaan ini dapat menumbuhkan apatisme, radikalisasi pemikiran, dan mengurangi partisipasi aktif warga dalam demokrasi. 

Kondisi sosial menjadi rapuh ketika kekuasaan dianggap tidak adil dan sistem hukum diragukan hal yang kerap memicu demonstrasi dan ketegangan politik. Demokrasi pun bisa kehilangan ruhnya: dari aspirasi rakyat berubah jadi skeptisisme luas.

Neni menekankan bahwa dibutuhkan kolaborasi: pemerintah, masyarakat sipil, akademisi dan media harus bekerja sama untuk memulihkan kepercayaan lewat transparansi, akuntabilitas, serta dialog terbuka.

Mengembalikan Kepercayaan Publik dan Pelajaran Demokrasi

Neni Nur Hayati lewat DEEP Indonesia mengungkap fakta keras bahwa sepanjang 2025 publik Indonesia mengalami krisis kepercayaan terhadap pemerintah. Faktor pemicunya kompleks: kebijakan yang dipandang kontroversial, penegakan hukum yang dianggap lemah, serta sistem komunikasi publik dan media sosial yang memperbesar rasa cemas dan skeptis.

Sebagai aktivis dan peneliti, Neni menjadi suara penting untuk membangkitkan kesadaran kolektif bahwa demokrasi membutuhkan keterbukaan, tanggung jawab, dan hubungan sehat antara negara dan warga. 

Namun upaya itu terasa sulit ketika kritik dibalas dengan serangan digital dan pelanggaran privasi. Jika tidak ada tindakan nyata memperbaiki tata kelola, kepercayaan masyarakat bisa makin terkikis dan demokrasi pun rawan kehilangan fondasinya. Neni mengingatkan: kepercayaan harus dipulihkan segera, lewat reformasi kebijakan, transparansi, dan dialog serius.

Lebih baru Lebih lama

ads

Berita Amanah dan Terpeercaya

ads

Berita Amanah dan Terpeercaya
Berita Amanah dan Terpeercaya

نموذج الاتصال